Sekapur Sirih dari Pulau Sumba

Sekapur Sirih dari Pulau Sumba

BD - Sejarah kehidupan orang Sumba sudah sejak lama tak bisa dipisahkan dari Kapur Sirih. Orang sini biasa menyebutnya "Pahappa". Kapur, buah pinang dan sirih dipadukan dan dikunyah seperti permen karet. 

Membuat bibir mereka merah seperti menggunakan lipstik. Katanya, usia belasan merupakan awal mereka mulai mengunyah Pahappa yang bisa membuat orang mabok bagi yang tak terbiasa.

Setiap tamu yang bertandang biasanya disuguhkan kapur, buah pinang dan sirih sebagai simbol penerimaan. Malah ada pameo yang mengatakan “Kalau harus disuruh memilih, lebih baik kami tak makan nasi daripada tidak ngunyah kapur sirih," pengakuan Abah, sesepuh Matawai.

Pahappa ibarat cermin bagi kehidupan orang Sumba. Harmonis, rukun, tulus, dan nilai-nilai ini sudah diwariskan oleh nenek moyang mereka sejak ratusan tahun lalu. 

Kawin-mawin antara pasangan yang berbeda agama atau latar belakang bukan sebuah isu serius. Masjid dan gereja berdiri berdampingan satu sama lain seperti sedang memadu kasih. Tak ada tatapan curiga bagi warga pendatang atau mereka yang berbeda latar belakang. 

Anda tidak perlu khawatir meninggalkan kendaraan dengan kunci menggantung. Yang perlu anda waspada justru bekas kunyahan sirih pinang yang berserakkan di tempat umum.

Kompetisi sepak bola antar umat beragama yang digelar setiap menjelang hari Natal merupakan simbol dari sebuah entitas yang sangat menjunjung tinggi perbedaan ini.

 

Kejuaraan yang sudah memasuki tahun ke-15 ini diikuti dari tim dengan berbagai latar belakang agama berbeda: Kristen, Islam dan Katolik. Dan, selalu berlangsung dengan lancar dan aman. Bahkan tak jarang benih-benih cinta timbul dari pemuda-pemudi yang menyemut di pinggir lapangan.

Kesuksesan cerita indah ini juga tak lepas dari peran pemerintah dalam hal ini Bupati baik dari masa lalu hingga saat ini yang menurut bang Umbu, Ketua Pelaksana, memberikan support 100% bagi terlaksananya kompetisi tersebut. 

Salah satunya dengan menyediakan fasilitas penunjang seperti lapangan, dan penyiagaan aparat keamanan untuk menjaga ketertiban selama acara berlangsung.

"Apa yang terjadi di lapangan tetap di lapangan. Ada gesekan-gesekan sedikit itu biasa dalam permainan sepak bola, namun semua berjalan dengan damai," kata Bang Umbu.

Khusus untuk tahun ini partai puncak mempertemukan antara An-Nur yang tentu saja mewakili pihak Islam dan GKS Kawangu dari Kristen.

Kata beberapa orang yang saya temui ini merupakan ‘final ideal’. Selain mewakili entitas berbeda, kedua tim ini merupakan favorit juara. Keduanya rencanya akan bersua di lapangan kebanggaan mereka, Matawai, pada Jumat (9/12) sore (WITA).

Well, siapapun yang juara nanti, pemenanganya adalah kerukunan antar umat beragama. Kemanusiaan, ketulusan, dan rasa respek satu sama lain.

 

Laporan :@harispardede, WAINGAPU

Berita Terkait