Sejarah, Perlawanan hingga Lahirnya Bintang dalam Semangat Membara Ir Soeratin Sosrosoegondo

Sejarah, Perlawanan hingga Lahirnya Bintang dalam Semangat Membara Ir Soeratin Sosrosoegondo

BD - Gelaran Piala Soeratin 2017 sudah selesai. Di luar dugaan, Tim Penajam Utama menjadi kampiun usai menaklukkan Persita Tangerang. Di final, tim asal Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kaltim itu menang dengan skor 3-2 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Sabtu (28/10).

Penajam Utama pun sukses menggondol Piala Soeratin edisi ke-36. Sebelumnya di 2016, Persab Brebes yang menjadi kampiun. Namun ironis, Persab justru absen di tahun ini karena sekelumit masalah internal.

Piala Soeratin 2017 sendiri sudah memasuki edisi ke-32. Turnamen itu dimulai sejak 1965 lalu. Sebuah perjalanan yang cukup panjang sebagai dedikasi bagi Ir Soeratin Sosrosoegondo, penggagas dan juga pendiri PSSI Tahun 1930 silam. 

Mulanya, turnamen tersebut dikhususkan untuk usia 18 tahun ke bawah. Pada edisi pertama, Piala Soeratin diresmikan oleh Presiden RI kala itu, yakni Ir  Soekarno di Istana Bogor – Jawa Barat.  Sementara Ketua Umum PSSI saat itu dijabat oleh Maulwi Saelan.

Tahun 2012 PSSI meregulasi kompetisi Piala Soeratin diperuntukkan bagi pemain sepak bola yang berusia 17 tahun ke bawah. Di tahun tersebut juga, Piala Soeratin sempat berhenti. PSSI baru meresmikan kembali Soeratin Cup 2014. 

Di tahun ini, PSSI kembali membuat sedikit perubahan. PSSI melakukan terobosan dengan menjalankan kompetisi Soeratin untuk 2 kelompok usia, yaitu U-17 dan U-15.

Piala Soertin sendiri telah banyak melahirkan pesepakbola berbakat seperti Rony Pasla maupun Jaya Hartono. Teranyar, Egy Maualan Vikri si Aak Medan yang sukses bersama Persab Brebes menjuarai Soeratin tahun lalu. 

Bahkan nama Egy terus mengkilap bersama Timnas Indonesia U-19. Dia kini mendapat tawaran dari sejumlah klub Eropa dan Asia di usianya yang ini baru 17 tahun.

Untuk kompetisi 2017, ada Penajam Utama sebagai yang terbaik. Keberhasilan Penajam Utama seakan kembali menguatkan catatan bahwa juaranya bukan dari klub kelas 1 Indonesia. Dari Twitter pssi_fai disebutkan, Klub Persikasi Bekasi menjadi klub tersukses dengan lima kali juara. Persija Jakarta berada di urutan kedua dengan 4 kali (termasuk gelar juara bersama dengan PSMS).

Gelar bersama Persija dan PSMS itu terjadi pada 1967 di Stadion Menteng. Laga berakhir dengan seri tanpa gol. Panitia memutuskan tidak ada perpanjangan waktu karena hari sudah gelap. 

Perjuangan Soeratin, PSSI, dan Kota Sejarah Solo

Jauh sebelum mendirikan PSSI, Soeratin dikenal sebagai pemuda yang cerdas. Lahir di Yogyakarta 17 Desemver 1898, Soeratin memang lahir dari keluarga terpelajar. Ayahnya R Sosrosoegondo adalah guru di Kweekschool, menulis buku Bausastra Bahasa Jawi. Istrinya, RA Srie Woelan, adik kandung Dr Soetomo, pendiri Budi Utomo.

Gelar insinyur yang didapat Soeratin juga terbilang bergengsi. Dia meraihnya usai menamatkan studi di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Jerman Tahun 1927. Setahun setelah tamat, dia kembali ke Indonesia untuk bekerja di perusahaan milik Belanda. Di saat yang sama, Soeratin juga mulai aktif di organisasi sepak bola.

Bagi Soeratin, sepak bola bukanya sekedar bermain, mencetak gol, lalu menang. Namun dari pada itu, Soeratin menganggap sepak bola adalah cara ampuh dalam menjaga kehormatan bangsa, terlebih menjunjung nasionalisme.

Soeratin pun mulai aktif menggelar pertandingan-pertandingan dengan merangkul putra-putra terbaik daerah. Pemain yang memiliki kemampuan bermain bola, disatukannya dalam sebuah tim. 

Setelah itu, Soeratin akhirnya menggagas dibentuknya PSSI yang kala itu masih bernama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (sekarang PSSI) pada 19 April 1930.

Dalam kongres pertama di Societit Hadiprojo, Yogyakarta, yang diikuti tujuh pengurus klub pribumi, di antaranya VIJ Jakarta (Voetbalbond Indonesche Jakarta), BIVB Bandung (Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond), IVBM (Indonesche Voetbalbond Magelang), MVB (Makassar Voetbal Bond), SIVB (Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond), VVB (Vorstenlandsche Voetbal Bond), dan PSIM (Yogyakarta), Soeratin ditunjuk sebagai Ketua Umum pertama PSSI. 

PSSI juga lah yang membuat Soeratin rela meninggalkan pekerjaannya di perusahaan Belanda.  Baginya, membangun PSSI butuh konsentrasi besar. Masih banyak persoalan yang mesti dihadapi PSSI ketika itu, dari mulai isolasi yang dilakukan NIVB hingga membangun solidaritas bond-bond sepakbola bumiputera yang (kadang-kadang) masih saling bersaing satu sama lain.

Dalam buku berjudul Soeratin Sosrosoegondo "Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebanggsaan" yang ditulis Eddi Elison, perjuangan Soeratin dengan PSSI-nya adalah untuk melawan kekuasaan Belanda. Pasca PSSI terbentuk, Soeratin tak langsung menggelar kompetisi. Tidak mudah memang, apalagi PSSI kala itu hanya lahir oleh 7 perserikatan dari Yogyakarta, Surakarta (Solo), Madiun, Magelang, Jakarta, Bandung dan Surabaya (halaman 68).

Soeratin bersama rekan lainnya, mulai menyusun program ampuh di PSSI. Salah satunya mengalahkan kompetisi sepak bola yang sebelumnya digelar NIVB (Belanda). Masalah baru bermunculan. Mulai dari lapangan serta stok pemain yang sepenuhnya dikuasai Belanda. Apalagi NIVB menyebut PSSI saat itu sebagNamuai organisasi yang amburadul.

Bukannya minder, PSSI malah semakin ngotot mempersiapkan kompetisi untuk tahun berikutnya yang disebut Stedenwedstryden. Sayang, dalam buku tersebut tidak di jelaskan artinya. Kompetisi dimainkan di sebuah alun-alun Kota Solo. Surabaya (1932) dan Jakarta (1933) mendapat giliran sebagai tuan rumah kompetisi II dan III. 

Bagi Soeratin, terpenting kompetisi internal bergulir. Artinya, cita-cita Soeratin menanamkan benih nasionalisme akan lebih mudah terealisasi, karena pemuda punya kesempatan berkumpul dan bertukar pikiran. 

Kompetisi perserikatan I pun berakhir sukses. Jakarta tampil sebagai juara dengan pemain idola seperti Soemo jagoan Betawi yang terkenal dengan tendangan gledeknya. 

Sukses kompetisi di Solo merupakan awal yang baik. Rakyat semakin tergugah dan jadi pembicaraan di mana-mana. Meski pun Solo gagal menang, tapi kota tersebut tentunya wajib dicatat dalam sejarah awalnya mulanya kompetisi PSSI dimulai.

Perjuangan Soeratin terus berlanjut. Hingga akhirnya dia selesai bertugas di PSSI sejak 1942. Setelah tidak aktif di PSSI, Soeratin tinggal di Bandung, mendiami paviliun 4x6 meter, Jalan Lombok No.33. Dalam keadaan sakit, Soeratin tidak bisa berbuat banyak. Kehidupannya hanya bergantung pada santunan keluarga karena ia tidak mendapatkan pensiunan dari Pemerintah (TNI atau DKA/sekarang PT KAI). 

Setelah sekian lama sakit dan tidak mampu menebus obat, Soeratin meninggal dunia pada 1 Desember 1959 dalam kemiskinan. Tidak ada yang ditinggalkan kecuali organisasi yang dicintainya, PSSI.

Berikut daftar juara Piala Soeratin:

1965: Persema Malang
1967: Persija Jakarta - PSMS Medan
1970: Persija Jakarta
1972: Persija Jakarta
1974: Persija Jakarta
1976: Persebaya Surabaya
1978: Persiter Ternate
1980: PSMS Medan
1982: Persijap Jepara
1984: Persikasi Bekasi
1985: Persikasi Bekasi
1987: Persis Sorong
1989: Persikasi Bekasi
1991: Persikasi Bekasi
1992: PSB Bogor
1994: Persikasi Bekasi
1995: PSB Bogor
1996: Persema Malang
1998: Persijap Jepara
2000: Persijatim Jakarta Timur
2001: Persebaya Surabaya
2002: Persijap Jepara
2003: Persib Bandung
2004: PSIS Semarang
2005: Mojokerto Putera
2006: Persib Bandung
2007: Arema Malang
2008: Persekap Kota Pasuruan
2009: Perseba Bangkalan
2010: Villa 2000
2012: PSDS Deli Serdang
2014: Jember
2016: Persab Brebes
2017: Penajam Utama

 

 

 

Berbagai Sumber:
Wikipedia
Buku Soeratin Sosrosoegondo "Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebanggsaan"

 

Berita Terkait