
Suka di Cardiff, Duka di London
BD - Di waktu yang hampir bersamaan dua kota yang dipisahkan 211 km mengalami nasib yang bertolak-belakang. Kala Cardiff sukses menggelar event olahraga terbesar mereka -final Champions League antara Juve versus Real Madrid, kota London malah berduka.
Ibukota Inggris ini mendapat serangan teroris mematikan di tiga titik yang merenggut tujuh Londoners dan belasan lainnya dengan mengalami luka serius di malam minggu yang ramai kemarin.
Ini merupakan serangan teroris kedua di Inggris Raya dalam waktu kurang dari dua pekan. Pertengahan Mei lalu sebuah aksi teroris melanda kota Manchester pada konser Ariana Grande dan merenggut 22 nyawa.
Perdana Menteri Inggris Therese May mengeluarkan statement yang cukup keras meskipun rakyat Inggris tetap merasa masih kurang 'action' dari pemerintah.
"Enough is enough," kata PM wanita kedua Inggris tersebut tak lama usai serangan di London.
Sedikit disayangkan memang! Kesuksesan kota Cardiff sebagai host final UCL menjadi kurang menggema gara-gara teror di London.
Padahal sebelumnya siapa yang 'ngeh' dengan Wales terlebih Cardiff? Kalau saya tanya apa yang terlintas di pikiran Anda ketika menyebut 'Cardiff'? Paling-paling hanya klub bola Cardiff City?!
Para bigot dan teroris memang cukup licin dalam merencanakan titik lemah mana yang akan mereka serang.
Perhatikan-lah! Mereka hampir tak pernah menyentuh 'teritori sepak bola', sebuah olahraga grass roots yang punya magnitude luar biasa hingga ke pelosok-pelosok dunia.
Mereka tak berani mengambil resiko mengganggu olahraga paling digemari di dunia karena konsekuensinya bakal berhadapan dengan milyaran pecinta sepak bola -kecuali teroris dan pendukungnya tentunya.
Sejak Euro tahun lalu, Europa Leagu dan UCL, selalu dibayang-bayangi gangguan terorisme. Nyatanya selain faktor 'keengganan menyentuh sepak bola' tadi, pihak kemananan di setiap event UEFA memang ciamik.
Tengok saja kemarin di final di Cardiff. Boladoang yang menyambangi venue final merasakan betul bagaimana pihak keamanan bekerja secara profesional DAN (ini yang tak kalah penting), mereka cakap dalam mengatur dan melayani suporter yang datang.
Sebuah perpaduan yang tidak mudah. Tegas namun ramah!
Ya! Memang kenyataan-nya demikian. Tidak ada kesan menakut-nakuti, atau melihat dengan penuh curiga seperti kalau kita baru saja mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Alur bergerak manusia mulai dari stasiun kereta Cardiff, lalu ke Millenium Stadium, ke pusat keramaian di St. Mary, Village Football, hingga Champions Festival di Cardiff Bay, semua diatur secara smooth.
Dalam beberapa kesempatan saya dipersilahkan dengan ramah ketika hendak mengambil gambar para polisi yang lengkap dengan senjata terkokang. "You want me smile?" ucap para polisi itu setengah 'menantang'. Saya bilang: "Udah biasa aja!" hehehe... Begitu kira-kira balasan saya dalam bahasa Inggris.
TIdak percaya? Tengok saja foto saya dengan dua polisi caem di bawah! hehehe ...
Malam itu kian sempurna karena kota Cardiff kedatangan 'local boy' mereka Gareth Bale. Dia datang sebagai sang juara mengangkat trofi 'si kuping besar' tepat di halaman rumahnya sendiri. Wonderful!
Sebuah banner raksasa dibentangkan di BT Building, persis disamping Miilenium Stadium untuk menyambut mantan pemain termahal di dunia ini.
Padahal kondisi eks punggawa Southampton dan Tottenham Hotspur ini tidak 100% fit lantaran masih bergelut dengan cedera betis dan usai operasi engkel awal musim ini.
Beruntung keadaan memungkinkan karena di 2/3 waktu pertandingan Madrid unggul 3-1 atas Juve. Sehingga entrenador Zinedine Zidane punya kesempatan untuk menampilkannya di 13 menit terakhir menggantikan Karim Benzema.
Gemuruh menggema seisi Millenium Stadium ketika Bale menginjak rumput. Pertandingan ditutup oleh pemain pengganti yang juga jugador masa depan 'El Real', Marco Asensio persis di penghujung laga.
Usai pertandingan Madridista melakukan selebrasi atas keberhasilan mereka mencatat 'Duo Decima' alias trofi Eropa mereka yang ke-12 sepanjang sejarah. Jersey warna putih dan bendera berlogo Madrid mendominasi jalan-jalan di sekitar Millenium Stadium tanpa satu insiden-pun.
Juventini, meski kecewa mereka menerima kekalahan ini. Tidak ada tindakan destruktif atau berkelahi dengan suporter lawan (bukan kaya' di Indonesia kalo kalah ngerusak hehehe...). Meski tak dapat dipungkiri rona kesedihan melingkupi wajah anak-anak Turin.
Malam itu, sebagian fans banyak ada yang memilih langsung pulang ke London dengan menumpang kereta api. Maklum penginapan di Cardiff super duper mahal. Percaya deh ngga masuk akal harganya. Paling murah Rp 3 juta per malam-nya. Di Jakarta mungkin sudah setara hotel bintang 5!
Alur fans yang ke stasiun diatur agar tidak memumpuk dan menimbulkan kericuhan saat mengantri.
Yaahhh.. Pokoknya malam itu kota Cardiff bersuka-ria-lah. Sayang, kakak kandung mereka London harus merana karena lagi-lagi terluka oleh ulah sekelompok orang yang merasa paling benar.
Congratulations Cardiff! Stay strong London!
LAPORAN :@harispardede, LONDON
Berita Terkait
Ayah Striker Arsenal Jualan Gurita di London
Guardiola Incar Dua Gelandang Gladbach
Pique Bidik Gelar Piala Dunia Sebelum Pensiun
Pulih dari Cedera, Kane Siap Hadapi Arsenal
Mou Enggan Campuri Skandal Rooney
Jadi Pelatih Terbaik Berkat Pedro
Mengenai Satu Tim di London, Ini Respon Conte
Suka di Cardiff, Duka di London
Montella: Napoli Harus Ditonton